Minggu, 27 Juni 2010

Bahasa dan Uang Indonesia di Cambanos

Mencari suvenir atau hasil kerajinan, Cambanos menjadi salah satu pilihan utama di Afrika Selatan, terutama di Pretoria. Sebab, tempat ini selain memiliki koleksi lengkap juga menyediakan harga standar yang cenderung murah.

Bagi orang Indonesia, memasuki tempat ini akan terasa kaget. Sebab, para pelayan akan menanyakan dari mana asal kita. Begitu tahu dari Indonesia, maka akan segera disambut dengan bahasa Indonesia.

"Selamat datang! Apa kabar?"

Begitu sapa sang pelayang berkulit hitam. Pemilik toko suvenir itu, Dennis Cambanos, lebih fasih lagi berbahasa Indonesia. "Oh, Anda dari Indonesia? Selamat datang. Jangan sungkan membelanjakan uang Anda," sapanya dengan gaya canda yang renyah dan akrab.

Dennis bisa berbahasa Indonesia karena sering menerima tamu dari Indonesia. Mereka sering dibawa staf KBRI di Pretoria, Djaka Widyatmadja. Djaka pula yang sering mengajarkan bahasa Indonesia kepada Dennis dan para pelayan.

Maka, agak kaget pula ketika disapa dengan bahasa Indonesia. Sebab, banyak orang Afsel yang tak mengenal satu kata bahasa Indonesia pun. Bahkan, mengenal Indonesia saja jarang. Sebagian malah mengira Indonesia bagian dari Malaysia.

Cukup memprihatinkan jika bertemu dengan orang Afsel. Mereka sering mengira orang Indonesia dari Malaysia. "Hai, Malaysia, ya?" begitu biasa orang Afsel menyapa.

Namun, di Cambanos sang pemilik dan pelayannya tahu benar tentang Indonesia. Sebagai pelayanan, mereka pun sering menggunakan kosakata bahasa Indonesia, meski terkadang kurang tepat.

Dennis yang asal Yunani lebih fasih berbahasa Indonesia. "Djaka banyak mengajarkan bahasa Indonesia. Dia juga sering membawa tamu Indonesia ke sini," jelas Dennis.

Tak hanya itu, Dennis rupanya suka hal-hal tentang Indonesia. Di tembok dekat meja kerjanya, dia menempel banyak uang Indonesia. "Itu saya dapatkan dari orang Indonesia," jelas Dennis.

Menurut Djaka Widyatmadja, Cambanos memang termasuk populer buat pendatang yang ingin membeli suvenir. Selain lengkap, harganya juga miring dan tak perlu tawar-menawar. Apalagi, pemiliknya mau mempelajari budaya para pembeli, termasuk Indonesia.

"Dennis banyak tanya tentang Indonesia, setiap kali kami datang ke sini. Maka, dia banyak tahu Indonesia. Orang Indonesia pun senang ke sini," jelas Djaka.

sumber : kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar